Halaman

Sabtu, 11 Agustus 2012

Kaya VS Miskin

Suasana hati sudah kian
mendekat saja pada kepercayaan bahwa Surga itu
dekat letaknya jika kita tahu arahnya. Entahlah berapa kali ku dengar cerita yang menyayat hati. Yah si Miskin yang tak bisa dan tak ingin terhina, namun apa jadinya jika selalu dihina. Bahkan menjadi bahan cemoohan. Atau direndahkan.

Ada sebuah kisah.
SEORANG NENEK MENCURI SINGKONG KARNA KELAPARAN, HAKIM MENANGIS SAAT MENJATUHKAN VONIS !!
Diruang sidang pengadilan, hakim Marzuki duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa PU thdp seorg nenek yg dituduh
mencuri singkong, nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, cucunya lapar,....tetap pada tunt...utannya, agar menjadi contoh bg warga lainnya. Hakim Marzuki menghela nafas., dia memutus diluar tuntutan jaksa PU, 'maafkan saya', ktnya
sambil memandang nenek
itu,. 'saya tak dpt membuat pengecualian hukum, hukum
tetap hukum, jadi anda harus saya hukum. Saya mendenda anda 1jt rupiah dan jika anda tidak mampu bayar maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun,
seperti tuntutan jaksa PU'. Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam, sementara hakim Marzuki mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian
mengambil & memasukkan uang 1jt rupiah ke topi toganya serta berkata kpd hadirin. Saya atas nama pengadilan,
jg menjatuhkan denda kpd tiap org yg hadir diruang sidang ini sebesar 50rb rupiah, sebab menetap dikota ini, yg membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya. Saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini, lalu
berikan semua hasilnya kepada terdakwa. Sampai palu diketuk dan hakim marzuki meninggalkan
ruang sidang, nenek itupun
pergi dengan mengantongi uang 3,5jt rupiah, termasuk
uang 50rb yg dibayarkan oleh manajer PT A****
K**** yg tersipu malu karena telah menuntutnya. Sungguh sayang kisahnya luput dari pers. Kisah ini sungguh menarik sekiranya ada teman yg bisa
mendapatkan dokumentasi
kisah ini bisa di share di media tuk jadi contoh kepada aparat penegak hukum lain utk bekerja
menggunakan hati nurani
dan mencontoh hakim Marzuki yang berhati mulia. Coba lihat, seandainya kita tetangga dari nenek tersebut. Apa kita tidak malu terhadap tetangga?
Kita lupa akan kehadiran sebuah
harta yang sesungguhnya bukan milik kita seutuhnya.

Bagaimana bisa kita membiarkan tetangga
miskin kelaparan?
Bukankah ketika dinding kita berhimpitan dekat, dialah
kerabat paling dekat ketika sanak saudara yang lain berjauhan? Jika kita minta bantuan merekalah yang paling utama sebelum menilik keluarga jauh. Kita rajin beribadah,
menginfakkan sebagian kecil minimal 5% harta/gaji kita di sebuah yayasan, namun lupa akan hadirnya tetangga yang kekurangan. Naudzubillah.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar