Tell Me Why (short story) 1
Ia, Lily Collins Sandler. Seorang DJ wanita berumur 20 tahun yang kiranya sudah 2 tahun bekerja di klub malam ini. Lily sapaan wanita tersebut adalah anak Bungsu dari Adam Sandler. Ya, siapa yang tak kenal Adam? Seorang aktor Hollywood yang sudah membintangi berbagai film Box Office. Tapi siapa sangka anak perempuannya bekerja sebagai DJ yang identik dengan dunia malam. Bahkan ia –Lily- memutuskan kuliahnya yang baru jalan beberapa bulan hanya untuk menjadi seorang DJ. Bukannya Adam tak peduli. Berulang kali bahkan ribuan kali sudah Adam mencoba menghentikannya. Tapi tetap saja tak di gubris oleh Lily. Ia menentang, terus dan terus. Semakin ia di tentang, ia semakin menjadi-jadi.
Pukul 2 pagi kiranya Lily baru sampai di rumah. Tidak biasanya ia pulang jam segini. Bahkan ia bisa pulang pukul 9 pagi. Ia merasa tak enak badan dan memutuskan untuk pulang.
“sudah pulang, Ly?” tanya seseorang sesampainya Lily di rumah. Cameron Monaghan Sandler, kakak laki-laki Lily yang beda 3 tahun dengannya.
“iyaa, aku agak gak enak badan. Daddy sudah pulang?” tanya Lily sambil duduk di samping Cameron yang tengah menonton TV di ruang keluarga.
Cameron menunjuk ke arah pintu kamar daddy nya. Itu berarti dia sudah pulang dan sedang tidur.
“eh kamu tadi bilang gak enak badan kan? Aku ambilin obat ya?” ucap Cameron lalu berdiri mengambil kotak p3k.
“ini minum” ucap Cameron sambil menyerahkan segelas air putih dan sebutir obat. Dengan segera Lily meminum obatnya lalu meletakkan gelasnya di meja kecil di samping sofa.
“Kakak kenapa belum tidur?” tanya Lily sambil menyandarkan punggungnya di sofa.
“baru aja nyelesein skripsi, Ly. Butuh refreshing” jawab Cameron.
“ciyee yang mau jadi Dokter” goda Lily mencubit lengan Kakaknya. Cameron hanya meringgis. Lalu ia memandangi little sista nya itu.
“kenapa kamu gak kuliah aja sih, Ly? Daripada kerja gak jelas kayak gini” ucap Cameron menatap Lily. Lily pun menatap Kakaknya itu. Tatapan matanya begitu sayu. Lily hanya menarik nafas berat.
“ini udah jadi pilihan aku, Kak. Aku juga gak tau kenapa. Aku suka sama apa yang aku lakuin sekarang. Rasanya aku jadi diri sendiri. Bebas, gak peduli orang mau bilang apa. I love what i do now. Aku juga gak mau gantungin Daddy. Dia kan udah tua, single parent lagi. Pasti tanggungan hidupnya banyak dan berat banget. Aku gak mau Daddy sakit cuma gara-gara cari uang buat kita. Ya bisa di bilang aku biayain hidup aku sendiri” ucap Lily panjang lebar.
“tapi kan gak gini juga caranya, Ly. Kalo kamu udah sarjana kan bisa cari kerja. Yang bangga siapa? Daddy juga kan?” balas Cameron tak mau kalah. Lily berdiri dari duduknya.
“udahlah Lily capek. Kalo mau cari gara-gara nanti aja kalo Lily udah bangun” Lily pun berjalan menuju kamarnya yang ada di lantai 2. Cameron hanya mendesah melihat kelakuan adik perempuannya itu.
-Lily self-
Sinar matahari pagi itu membuat ku bangun dari tidurku. Aku melirik jam yang ada di ponsel ku. Great 11am. Aku bangun dan terduduk di kasur. Hanya untuk sekedar mengumpulkan nyawa. Lalu aku pergi mandi. 30 menit kemudian aku selesai dan memakai bajuku. Aku pergi ke lantai bawah untuk sarapan. Jam 11 pagi masih bisa di bilang sarapan bukan? Ya, sarapan yang kesiangan.
“pagi, Nona” sapa Mary, pembantuku.
“pagi, Mary” sapa ku balik. Aku segera duduk di meja makan dan Mary dengan segera menghidangkan ku sarapan.
“thanks” ucap ku pada mary. Ia hanya tersenyum lalu meninggalkanku. Aku dengan segera memakan sarapan ku. Aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru rumah. Aku melihat mobil Daddy masih terparkir di depan. Dia belum berangkat?
Tak lama terdengar suara langkah kaki besar dari tangga. Daddy berjalan ke arahku. Sepertinya ia juga baru bangun.
“morning, daddy” sapaku.
“morning, Lily” jawab Daddy lalu duduk di sebelah ku. Jujur, aku kangen ketika aku menyapa Daddy seperti itu lalu ia mengecup pipiku sebentar. Tapi itu semua berubah, sejak negara api menyerang (#digebukin readers._____.V). Tapi, itu tidak berlangsung lagi sejak aku memutuskan untuk berhenti kuliah dan jadi seperti sekarang ini.
“daddy kok belum berangkat?” tanyaku memecahkan keheningan.
“hari ini Daddy free. Tapi mungkin besok Daddy tak akan pulang” jawab Daddy sambil membolak-balik kan korannya. Aku hanya mengangguk dan melanjutkan makan ku. Memang sejak saat itu, sikap daddy jadi berubah padaku. Ia agak sedikit dingin, seperti aku ini orang lain saja.
“oh ya Lily.....” ucap Daddy. Aku menoleh pada daddy.
“ya?” jawabku.
“kau akan Daddy pindahkan” aku membulatkan mataku. Pindah?
“pindah? Maksud Dad?” tanya ku tak mengerti.
“ya, jadi kau tak tinggal disini lagi. Daddy sudah membicarakan hal ini dengan Kakak mu dan kami sepakat akan memberimu sebuah, semacam hukuman atas perbuatan mu” aku masih tak percaya akan apa yang di ucapkan daddy barusan. Maksutnya apa?
“kau akan di...ya seperti di asingkan. Tinggal jauh dari kota, kuliah dan tidak kerja di tempat menjijikkan itu lagi” kini Dad menatapku tajam. Seperti aku harus menuruti apa yang ia katakan.
“Daddy jahat! Apa salah Lily?! Lily hanya ingin membantu Dad. Itu saja! Lagipula Lily masih tau mana yang salah mana yang benar” ucapku dengan sedikit bentakan didalamnya.
“jangan banyak bicara, Lily! Turuti apa yang Dad katakan and your life gonna change better!” bentak Daddy tak mau kalah.
“aku benci Daddy!” aku berlari menuju kamarku dengan sedikit tangisan. Diasingkan? Kuliah? Apa dia kira aku ini aku binatang bisa dia atur-atur? Ciiih!
---
Malam ini aku tetap datang ke Club. Tapi bukan sebagai DJ, hanya sebagai tamu. Teman-teman ku bertanya-tanya kenapa aku tidak main hari ini. Aku hanya menjawab ‘nanti kau juga akan tau’. Aku duduk sendirian di salah satu tempat duduk yang ada di club ini. Dentuman musik disko dan lampunya yang berwarna-warni. Pasti akan ku rindukan nanti. Sambil meneguk gelas yang berisi orange juice. Aku mengamati keadaan sekitar. Jujur, selama aku kerja disini aku tidak pernah minum alkohol dan teman-temannya. Jangan harap aku kan meminumnya. Apalagi merokok dan bercinta. Never!
“Lily?”panggil seseorang sambil memegang bahuku. Aku menoleh. Aku mencoba melihat wajahnya karna penerangan disini yang sangat minim. Senyum ku mengembang setelah mengetahui siapa dia.
“Remy?” ucap ku sedikit berteriak melawan suara musik yang sedang di mainkan sekarang. Remy tersenyum lalu kami berpelukan sebentar.
“kenapa kau ada disini?” ucapku agak berteriak dekat telinganya.
“aku sedang berlibur” jawabnya tepat di telingaku.
“kau kenapa tidak main?” tanyanya lagi.
“kau akan tau nanti” jawabku.
Remy Thorne. Saudara dari Bella Thorne. See? Tidak aku saja yang ada darah artis disini. Remy adalah seniorku disini. Tapi ia telah keluar sekitar 5 bulan yang lalu. Alasannya mungkin sama sepertiku. Keluarga yang menentang.
“dan salah satu teman kami akan mengatakan sesuatu untuk kita. So guys, here, Lily!” ucap DJ yang memanggilku. Aku pamit sebentar ke Remy lalu aku berjalan kearah DJ berada. Ramai tepuk tangan yang menyambutku. Lalu aku mengambil mic yang ada disana dan siap untuk bicara.
“so guys here i am to say massive thank you to you all who support me until now. I just cant imagine how is my career without you. Now, this is the important thing i wanna say.....” aku menarik nafas panjang.
“im out” terdengar suara seperti kaget dari mereka. Cepat-cepat aku berucap lagi sebelum mereka bertanya.
“2 days again i will flight to Canada. I’ll live there for a while. So, Im gonna miss you guys.love you” aku mengakhiri ucapanku dan semuanya bertepuk tangan untukku. Aku hanya tersenyum melihat respon mereka.
~
-StoryBiebe-